MAF1453

Selalu ada hal menarik yang dapat dijadikan pelajaran dari cerita sukses seseorang. Salah satunya bakal kita bahas kali ini yaitu Sang Penakluk Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih.
 Muhammad Al-Fatih?
Iya. udah pernah denger doong? Hayo kan di awal udah kita singgung..
Muhammad Al-Fatih (disebut juga Mehmed II oleh para sejarawan) adalah putra Sultan Murad II yang memimpin pada Kekhilafahan Utsmani. Al-Fatih lahir di Edirne, 29 Maret 1432, yaitu 8 tahun setelah pengepungan Konstatinopel oleh ayahnya. Selama 23 tahun benaknya dipenuhi nama Konstatinopel, sebuah kota yang dirindukan kaum Muslimin selama 825 tahun sejak pertama disebut dalam bisyarah Rasulullah.
Berkata Abdullah bin Amru bin Ash: “Bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah SAW untuk menulis, lalu Rasulullah SAW ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu, Konstatinopel atau Roma. Maka Rasulullah SAW menjawab, ‘Kota Heraklius terlebih dahulu’, yakni Konstatinopel .” (HR.Ahmad)
Konstatinopel (sekarang disebut Istanbul) sendiri bukanlah kota yang lemah.  Posisinya sebagai ibukota Byzantium (imperium terbesar pada masanya) menjadikannya memiliki semua teknologi perang dan kejayaan sistem militer Romawi. Wilayah lautnya sangat luas dan armada lautnya adalah yang terbaik pada masanya. Konstatinopel dilindungi tembok yang mengelilingi kota secara sempurna, baik wilayah laut maupun daratnya. Tembok ini mempunyai prestasi selama 1.123 tahun menahan 23 serangan yang dialamat padanya. Lengkaplah Konstantinopel memiliki gelar “The City with perfect defence”.
Wah susah ya menaklukannya? Betul, tapi bukan umat Rasullah SAW namanya kalau ciut nyali hanya karena itu. Maka sejarah mencatat beberapa kali usaha futuhat Konstatinopel pada masa Muawiyah, Sulaiman bin Abdul Malik, dan empat khalifah setelahnya. Semuanya bersungguh-sungguh agar menjadi ahlu bisyarah Rasulullah meski hasil akhirnya Allah belum mengizinkan.
Sungguh, Konstatinopel akan ditaklukan oleh kalian. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukannya.”(HR.Ahmad)
Nah, predikat sebaik-baik pemimpin itulah yang menjadi motivasi  Muhammad Al-Fatih dan para pendahulunya. Menaklukan Konstatinopel bukan sebatas prestasi dan penghargaan namun juga pembuktian atas janji Allah lewat ucapan Rasul-Nya. Kalimat La illaha ilallah di ibukota negeri kafir adidaya bukan hal yang utopis bagi mereka yang yakin, tapi yaa tentu aja ga berarti cuma bermodal semangat dan iman tanpa persiapan yang matang.
Diceritakan bahwa setelah kegagalan ekspedisinya dan dua anaknya terbunuh, Murad II memfokuskan pendidikan pada Muhammad Al-Fatih , anak ketiganya. Syaikh Ahmad Al-Kurani dan seorang polymath, Syaikh Aaq Syamsuddin adalah pengajar yang ditugaskan mendidik Mehmed.  Ketika ulama tersebut menyampaikan bahwa ia diberi kewenangan oleh Murad II untuk memukul Mehmed apabila tidak menuruti perintahnya, Mehmed muda tertawa. Seketika itu, dipukulnya ia oleh Al-Kurani di tengah majlis. Kejadian ini membuatnya segan pada gurunya sehingga ia bersungguh-sungguh dalam belajar. Mehmed hapal Al-Qur’an pada usia 8 tahun.  Guru yang membentuk mental seorang penakluk adalah Syaikh Aaq Syamsuddin. Selain mengajarkan ilmu-ilmunya syaikh senantiasa mengingatkan Mehmed akan kemuliaan ahlu bisyarah yang akan membebaskan Konstantinopel. Bahkan, Syaikh Syamsuddin selalu mengulang-ulangi perkataannya pada Mehmed bahwa dirinyalah pemimpin yang dimaksud dalam hadits Rasulullah tersebut. Keyakinan Mehmed II yang ditanamkan kedua ulama tersebut membawa pengaruh yang sangat besar. Bayangan bahwa dirinyalah penakluk Konstantinopel membawa suatu inspirasi dan motivasi tak terbatas, digabungkan dengan watak dan kemauan kerasnya dalam umur kurang dari 17tahun Mehmed dapat menguasai 8 bahasa. Ketertarikan luar biasa pada sejarah dan geografi, syair dan puisi, seni, serta ilmu terapan. Keahliannya dalam perang pun sudah menjadi buah bibir.
Dari semua hal keren tadi yang paling bikin ngiri adalah kedekatannya  dengan Allah SWT. Mehmed II sadar betul buat jadi ahlul bisyarah sangat dipengaruhi kedekatannya dengan yang Maha Memenangkan. Telah sampai kepada kita bahwa Mehmed selalu menjaga sholatnya, hingga menjadi  satu-satunya panglima yang ga pernah masbuq, ga pernah ninggalin sholat malam dan rawatib semasa baligh hingga meninggal. Seluruh pasukannya ga pernah meninggalkan sholat wajib dan separuhnya tidak pernah melewat satu malam pun tanpa tahajud.  Subhanallah!
                Ah, itu mah kan emang ‘orang terpilih’ kita mah mana bisaaa..
Eit, jangan salah tentu saja semua itu juga ditentukan usaha dan kemauan keras manusianya. Coba bayangkan kalau Mehmed II ga senantiasa menghabiskan malamnya di depan peta- nyusun strategi dan mempelajari daerah lawan sebelum berangkat memenuhi cita-citanya? Gimana ceritanya kalau Mehmed ga deket sama Allah? Apa jadinya kalau semata-mata keindahan dan harta Kota Konstantinopel yang jadi alasan, bukan bisyarah Rasulullah dan kemaslahatan umat? Barangkali tidak akan pernah sampai pada kita namanya yang harum, Al-Fatih=Sang Pemenang.  
Terlepas dari takdir Allah nantinya, kita selalu punya pilihan buat jadi orang yang sukses. Namun belum bisa dikatakan sukses mulia apabila visinya hanya sebatas individu dan duniawi aja, ya kan?
Oya, inget dengan bisyarah tadi? Masih ada satu kota lain yang belum difutuhat hingga hari ini : Roma. Tinggal jaman menjawab siapa Sang Penakluk selanjutnya. Nah sekarang-kita, bisa ga ya nyambungin segala target-target kecil kita buat mencapai visi besar itu? Muhammad Al Fatih telah menjadikan bisyarah Rasulullah sebagai inspirasinya, dengan motivasi semacam itu mestinya kita ga karam gitu aja.
And the last but not the least: sukses mulia itu butuh usaha sungguh-sungguh-sungguh! ga sim salabim. Itulah yang mesti kita perbuat, harus ada usaha yang layak untuk hasil yang pantas. Mari berlomba!

nb: Tulisan ini merupakan semi review buku berjudul serupa karya ust. Felix Siauw. Saya tulis buat buletin penyambutan maba 50 -dalam sehari full. lumayan, hasilnya metakarpal tangan kebas dan sakit, kalo sekarang masih suka nyetrum-nyetrum gitu haha

0 komentar:

Berikan komentar kamu :)

Islam Banget apa Islam Aja?

2 Februari 2013 pukul 21:50
                                                                                   
 Dulu, duluuu sekali (background awan awan) saat saya menyimak perbincangan antara dua kawan saya, ada potongan dialog yang  selalu teringat dan menggugah saya menulis ini. Kurang lebih begini bunyinya…

A:”ooh keluarga kamu mah Islam banget ya?”

B(kaget dan buru-buru menepis) :”eh engga ko, engga. Islam aja.

Nah loh emangnya beda ya? Ada yang salahkah dengan kata-kata Islam banget?apa pula itu Islam aja? :D
saya jadi tergelitik buat bikin kamus yang ngedefinisiin keduanya dari sudut pandang masa kini. Kira-kira gini..

Islam aja: memisahkan urusan duniawi dengan agama(Islam); tidak suka membawa-bawa agama dalam urusan hidupnya, baik dalam bicara, bersikap dan pola pikir.

Islam banget: segala sesuatu yang mencirikan ia adalah muslim;benda yang biasa digunakan oleh muslim;bertingkahlaku terikat dengan syara’; selalu melekatkan agama dalam segala urusan hidupnya, baik dalam bicara, bersikap dan pola pikir.

Dalam bayangan kita, orang yang Islam banget itu orang yg kemana mana pake kerudung lebar, pake gamis, celana ngatung, jenggotan, bawa bawa agama ke setiap lini kehidupannya, dan ngejadiin agama buat tolak ukur segala perbuatannya. Seringnya mereka disebut fanatik, radikal, extremely deket sama teroris. (Katanyaaa..)

Sedangkan orang yang Islam aja adalah muslim moderat, yang seringkali dari gaya berpakaiannya, pola pikir, tingkah laku dan gayanya dalam merespon permasalahan ga bisa dibedain sama orang non muslim. Kan Islam aja, biasa biasa ajalah. Mereka ini ga ngejadiin agama buat jadi tolak ukur perbuatannya. Istilah jujurnya sekuler,‘hidup pake aturan kita, ibadah-akhlak baru balik ke Islam’. Singkatnya, orang yang beragama islam. Udah.

  Lantas apa bedanya sama Islam KTP?

 Bedalaah, Islam KTP adalah tingkatan lanjut dari Islam aja. Orang yang menyandang gelarnya beneran ga solat, ga puasa, ga ngelakuin ibadah mahdoh. Bener bener cuma di ktpnya aja deuh yang Islam. Gitu bukan sih?

Coba dibaca ulang lagi, mulai bisa milih mana yg ‘gue banget’ kah?

Udah gitu seringnya kita dibikin rancu sama istilah  yang beredar saat ini, yg emang udah disetting demikian, muncul dari mulut kita sendiri. Coba kalo disodorin kata ‘moderat’ sama ‘fanatik’ buat gelar namamu, lebih milih mana? Kebanyakan dari kita merasa kece kalo disebut Islam moderat. Padahal apasih arti moderat itu sendiri? jalan tengah, setengah setengah.

Loh??!

 Padahal bukannya udah konsekuensi kita (seorang muslim-ketika ngucapin syahadat- ) buat berpakaian-ibadah-berperilaku dan berbuat sesuai hukum syara? buat masuk Islam secara kaaffah (menyeluruh)? ga setengah-setengah?

 Islam ya Islam. Kalo kamu ngaku muslim maka berlakulah seperti seorang muslim! :)
Kan ga ada tuh iman banget atau iman aja, ya kan?
Jadi udahlah… buang jauh-jauh tuh gelar ‘Islam aja’. Ngaji, yuu?  :D biar semakin paham betapa Islam itu luar biasa! Kita ga pernah dibiarin kesesat: tiap perbuatan pasti ada petunjuknya, ada aturan mainnya..

1 komentar:

Berikan komentar kamu :)