Ceritanya
beberapa minggu yang lalu di kelas responsi Daskom kami kebagian bab ‘Public
Speaking’ yang mengharuskan kami maju satu per satu ke depan kelas. Jadi, kita
boleh ngomong apa aja di depan kelas. Mau curhat kek, mau baca berita kek, mau jadi
artis lagi nerima piala, mau pura-puranya pramugari atau Mario Teguh
lalalalalala, boleh!
Nah di antara banyak penampilan kece,
ada satu cerita yang pas banget dengan keadaan saya saat itu, makanya ingin
banget saya bagi di sini. Datengnya dari temen saya, sebut saja Mawar. si Mawar
ini memulai cerita dengan menerangkan sumbernya,” ini saya dapet dari kakak
saya yang-alhamdulillah- 2 bulan kemarin berkesempatan pelatihan di Jepang.”
Semua
orang udah siap siaga dengerin.
“Kakak
saya sempat mengunjungi sebuah keluarga samurai di sana, namanya keluarga
Asano. Disana ia diceritakan kisah 47 ronin, begini ceritanya…”
Serius
banget kami menyimaknya, “Settingnya di Jepang sekitar abad ke-18, di Edo
(sekarang Tokyo) itu ada namanya Daimyo (Semacam gubernur yg punya ribuan
samurai). Dari sekian Daimyo ada 2 orang yang jadi tokoh utama di cerita ini:
Daimyo Kira dan Daimyo Asano. Dikisahkan bahwa Daimyo Kira ini ga suka sama
Daimyo Asano, suka menghina-hina sampai akhirnya pada suatu waktu Daimyo Asano
kepancing menghunuskan pedangnya. Karena saat itu adalah perkumpulan yang
formal di istana pula, aksi Asano tadi dianggap ga sopan. Akhirnya diputuskan
oleh Seii Taishogun (Semacam jabatan tertinggi sepertinya) yang marah karena
adanya penyerangan dengan benda tajam di lingkungan istana, Daimyo Asano
dipersilakan melakukan Seppuku (kalau disearching, Seppuku adalah seni merobek
perut wiih) demi kehormatannya sendiri.”
Mawar menirukan gerakan yang harus dilakukan saat Seppuku,
kami meringis membayangkan adanya seni bunuh diri macam itu. Ngeri parah.
“Selepas
Asano melakukan seppuku (berarti udah mati ya) maka ribuan samurai yang
dibawahi Asano resmi ga punya master, sehingga turun kasta dan disebut ronin
(kurang lebih bermakna samurai yang gagal menjaga nyawa tuannya). Wilayah
kekuasaan Asano di Akou juga dicabut sebagai bagian dari hukuman terhadap
keluarga Asano. Disisi lain, Daimyo Kira yang terlibat pertengkaran justru
tidak mendapat hukuman apapun. Hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan klan
Asano di Akou.”
“Samurai
adalah prajurit berpedang yang dikenal dengan Bushido-nya, prajurit dengan
loyalitas tinggi pada masternya. Maka ga heran banyak dari mereka merasa marah
atas putusan Pemerintah Bokufu yang dinilai tidak adil, serta ingin
membalaskan dendam pada Daimyo Kira. Singkat cerita berkumpulah dari sekian
banyak ronin, 47 orang ronin yang akhirnya melakukan penyerangan ke kediaman
Daimyo Kira. Penggalan kepala Daimyo Kira pun dibawa untuk dipersembahkan ke
depan makam Asano di kuil Sengakuji. Mereka melaporkan pada masternya bahwa
dendam telah terbalaskan (Hiyy).”
“Setelah itu
gimana?”
“Ada
satu ronin bernama Terasaka Nobuyuki memisahkan diri dari kelompok, sehingga
kawanan tersebut bersisa 46 Ronin. Selanjutnya Ōishi Kuranosuke selaku pemimpin
mereka menyerahkan diri pada pemerintahan Bokufu. Ke-46 ronin tersebut kemudian
dititipkan pada 4 kediaman Daimyo, dengan segera mereka terkenal di kalangan
masyarakat. Puja-puji dialamatkan pada para ronin karena dianggap telah
menjalankan tugas dengan baik sebagai samurai yang setia pada pemimpinnya.
Pemerintah Bokufu sendiri dilema karena mereka memang menekankan kesetiaan,
meski demikian dilihat dari hukum, pembentukan kawanan dan penyerangan ke
kediaman Daimyo Kira tanpa sepengetahuan pemerintah Bokkufu termasuk tindak
kejahatan. Mayoritas dari masyarakat menginginkan pengampunan atas tindakan
para ronin, karena dianggap hanya menjalankan tugasnya sebagai samurai. Tapi
karena menghindari timbulnya pemberontakan lebih besar akibat pengistimewaan
terhadap pelanggaran hukum, akhirnya 46 ronin diputuskan untuk melakukan
Seppuku sehingga dapat mati secara terhormat. Para ronin akhirnya melakukan
seppuku keesokan harinya di halaman rumah Daimyo tempat mereka dititipkan, ini
lebih baik daripada mendapat hukuman gantung sebagai penjahat pikir mereka.
Makam 46 Ronin di Kuil Sengakuji |
Waaaaah.
Buat saya cerita itu bener-bener baru, padahal setelah searching sempet ada
filmnya juga versi Hollywood jadi pastinya udah terkenal banget cerita ini. How
about you? Nah, apa yang sama dengan keadaan saya waktu itu? balas dendamkah?
ingin Seppuku kah?haha ya enggalah. Saya pribadi merasa banyak sekali hikmah,
baiknya ataupun jeleknya dari kisah barusan. Kalau kita pake sudut pandang
Islam, jelas bunuh diri merupakan kesia-siaan, atas dasar alasan apapun, bahkan
pelakunya bakal kekal di neraka. Naudzubillah. Yang pas dengan keadaan saya
saat itu adalah apa yang Mawar katakan selanjutnya seusai cerita…
“yang menarik untuk saya adalah
betapa masyarakat Jepang bahkan sedari dulu memiliki harga diri yang tinggi.
Harga diri yang tinggi tersebut berimplikasi pada optimalnya usaha mereka dalam
menjalankan ‘amanah’ mereka. Misal dalam pekerjaan, kakak saya diberitahu bahwa
bagi orang Jepang bila ditegur karena kesalahan kecil saja itu sudah memalukan
sekali, ibaratnya sudah nyaris dipecat.”
Walaaah.
Kata-kata itu seketika ngejleb-jleb-jleb sekali (kalo ada meme-nya pasti
bilang,’sakitnya tuh disiniii’). Jelas berbeda dengan saya, yang masih saja
merasa kurang menghargai diri sendiri. Kita seringkali menyepelekan, atau
halusnya sih kurang optimal dalam melakukan suatu hal yang baik. Belum to the
max. Padahal hal itu sebenarnya sama aja dengan merendahkan harga diri sendiri.
Sedikit lebay sih, masa iya kita harus ikut-ikutan orang Jepang yang
perfeksionis gitu? bisa stresslaah. Iya emang ga harus selebay itu.. bat,
kemon! Bukankah justru Islam mengajarkan pentingnya kesungguhan dalam melakukan
sesuatu? Bukankah idrak silah billah (kesadaran adanya hubungan kita dengan
Allah yang bikin kita selalu aware bahwa segala sesuatu itu diniatin dalam
rangka nurutin maunya Allah) harus selalu ada dalam setiap perbuatan yang kita
lakuin?
Pernah
lihat tivi champion kan? Tayangan dari Jepang tentang kompetisi segala macem,
bisa dari sekedar nyusun kartu atau koin patinggi-tinggi, make up-in orang
sesuaii tema, nyusun segala rupa barang-barang buat jadi track bola sekedar
untuk nyalain lampu, adu masak, nata halaman rumah, sampai bikin patung dari
pasir yang ribet punya. Dan kesemuanya nyaris selalu bikin kita berdecak kagum,
‘ya ampun niat banget ini orang mendalami hal sepele gini sampe jadi master‘.
Ini semua karena apa? Yap, kesungguhan.
Begitu
pula kita sebagai seorang muslim , udah usia dewasa juga kan? sudah selayaknya
merenungi diri, sudah seberapa sungguh-sungguh kita dalam menjalani kehidupan
ini? I mean, berapa banyak waktu yang kita buang percuma (hiks) dibandingkan
dengan waktu yang diluangkan untuk mendalami Islam? Bukannya kita tau hidup ini
cuma sekejap aja, si Pak anu kayanya tadi pagi masih nyapa saya eh sorenya udah
dikafanin, si adik itu rasanya kemarin masih ketawa-ketawa taunya ngeduluin
kita tidur di liang lahat. Kita ga tau antrian kita keberapa, kan? Kenapa masih
ga sungguh-sungguh?
Atau
kalau yang ngerasa udah sering ikut kajian, ngerasa udah pandai, seberapa besar
manfaat kamu buat yang lain? Berapa banyak orang yang kamu bikin jadi lebih
baik, lebih éling dalam menjalani hidupnya? Bukannya dakwah itu wajib?
Nah karena
tulisannya udah panjang, segitu dulu deh. Semoga pesannya sampai, maafin ya
kalau ada salah salah kata, semoga bermanfaat ! :D
2 komentar:
Berikan komentar kamu :)