#NHW1 ADAB MENUNTUT ILMU

Ketika diminta untuk menentukan satu saja jurusan ilmu yang ingin ditekuni dalam universitas kehidupan ini, saya amatlah bingung. Sebab seperti yang sudah –sudah saya selalu ingin menguasai banyak bidang sekaligus, polymath wannabe, begitulah saya menamakan diri sendiri. Bertolak belakang dengan cita-cita  yang membutuhkan kesungguhan dan ketekunan tingkat tinggi tadi, kelemahan saya justru adalah kurang tekun, sulit memulai dan sering tergesa-gesa dalam mempelajari suatu ilmu. Materi mengenai adab menuntut ilmu di pekan pertama kelas ibu profesional ini seakan mengurutkan segala kelemahan saya dalam belajar selama ini:
1)      Bergegas, hadir paling awal dan duduk paling depan dalam suatu majlis ilmu,
2)      Menghindari sikap ‘merasa’ sudah lebih tahu dan lebih paham, ketika suatu ilmu sedang disampaikan
3)      Bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas
4)      Menuntaskan sebuah ilmu yang sedang dipelajari dengan mengulang-ulang, menuliskannya dalam catatan, dsj.
5)      Adab terhadap guru

 Bukan berarti saya tidak pernah ‘kepagian’ datang ke majlis ilmu, bukan juga saya merupakan penghuni tetap bangku belakang tiap di kelas, ataupun bukannya sama sekali saya tidak menaruh hormat pada guru. Tapi memang kenyataan seringkali disadari maupun tidak, masih sering saya temui diri dalam kondisi berleha-leha ketika bersiap berangkat ke majlis ilmu, berangkat mepet, atau mendebat guru secara terang-terangan ketika menurut saya guru tersebut menyampaikan hal keliru -karena saya sudah dapatkan kebenaran dari forum pembelajaran sebelumnya-, tanpa memperhatikan apakah hal tersebut  akan mendatangkan ketidakridhoan sang guru.  Hiks, banyak dosa saya teh ya T.T
Belum lagi kebiasaan deadliner  sehingga sering juga saya mengerjakan tugas ya seselesainya sajalah, tidak betul-betul sepenuh hati serta pikiran karena keterbatasan waktu yang tersisa. Astagfirullahaladzim.
Balik lagi kepada tugas pekan ini, setelah dipilah-pilih dalam kekalutan dan kebimbangan #halah saya putuskan prioritas ilmu yang akan saya tekuni ke depannya adalah ilmu phophetic parenting, yep maksudnya ilmu bagaimana mengasuh anak sesuai dengan metode yang dicontohkan Rasulullah SAW dahulu. Alasan terkuat pilihan tadi tentunya adalah karena kehadiran si jabang bayi yang sudah menginap di perut kurang lebih 4bulan ini, dan saya sadari pengetahuan saya mengenai bidang ilmu ini amatlah minim kalau tidak bisa dibilang hampir tidak ada. Padahal saya selayaknya para ibu lainnya, mendambakan anak yang sholih dan sholihah,  yang sukses mulia baik di dunia maupun di akhirat. Padahal saya juga seperti para muslimah lainnya yang inginkan dirinya menjadi sebenar-benar madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya sehingga mereka dapat tumbuh sebagai penyejuk jiwa dan kunci surga kedua orang tuanya.  Tapi, bagaimana mungkin terwujud jika si calon ibu ini faqir ilmu begini?
Beberapa cara yang saat ini saya ketahui dapat menjadi jalan untuk mendapatkan ilmu tersebut adalah dengan banyak membaca kitab-kitab mengenai pola pengasuhan anak yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah, melihat video ceramah ustadz-ustadzah di YouTube mengenai tema tersebut, banyak menyimak sharing dari para ibu senior yang memiliki visi yang sama, bersamaan dengan itu juga meningkatkan keterampilan lainnya yang sifatnya umum namun amat menunjang peran ibu yang professional tadi, misalnya meningkatkan sikap sabar dan cekatan, serta mengurangi berpikiran negatif dalam kehidupan sehari-hari.
               
  Berkaitan dengan materi adab menuntut ilmu yang sekilas saya ulas di atas, tentunya saya harus berjuang extra mengikis habis kebiasaan buruk seperti berleha-leha saat bersiap menuju majlis ilmu (meskipun selama ini seringkali akhirnya tetap berangkat, beda dong ya rasanya dengan penuntut ilmu yang bersegera menuju majlis ilmu), deadliner, dan tidak menyelesaikan suatu ilmu sampai tuntas, serta menumbuhkan habits baik seperti  mengulang-ngulang ilmu yang baru dipelajari sampai paham betul. Untuk menumbuhkan kebiasaan baru ke dalam pola hidup saya juga turut menyertakan orang-orang terdekat seperti suami, untuk menjadi pengingat setia ketika saya tidak kunjung memulai proses belajar tersebut. Biasanya saya juga akan membuat sarana untuk memudahkan proses saling mengingatkan tadi, seperti memajang target harian di dinding sehingga baik suami maupun saya bisa mengukur sejauh mana realisasi rencana tadi.

Sekian. :B  

0 komentar:

Berikan komentar kamu :)