Sebenarnya banyak
yang mendesak saya nulis sejak November tahun lalu, terutama soal pernikahan.
Tapi karena waktu itu saya masih hutang revisian skripsi ke dosen jadilah baru
nulis sekitar bulan Januari. Itu pun ternyata ga tuntas, karena saya ga pede, ‘yaelah
baru 2bulan nikah mau ngeshare apaan?
Yang ada bikin baper’ kira-kira gitu pikir saya. Well, waktu berjalan cepat
sekali. Nggak kerasa sudah Bulan
Oktober artinya -kalau saya ada umur- bulan depan saya resmi satu tahun
berstatus istri, bahkan in shaa Allah sudah menjadi ibu. Dan tentu saja banyak
sekali hal yang saya rasakan dan pelajari selama 11bulan ini. Ucapan ‘Selamat menempuh hidup baru’ di kartu
kartu ucapan yang terselip dalam kado memang benarlah adanya.. Realistis sekali
pernikahan membuat kita harus beradaptasi dengan banyak hal sekaligus, jelas
ada suka maupun dukanya. Sebagai permisalan, buat mahasiswa rantau, coba
ingat-ingat lagi pertama kali merantau untuk kuliah. Berhubung saya belum
pernah merantau alias tinggal berpisah dari orang tua lebih dari 3bulan, tentu
lebih-lebih efeknya. Bedanya dalam kasus pernikahan, perubahan itu-kehidupan
baru itu adalah suatu yang permanen. Jadi, berikut saya share satu-satu dulu dimulai dari tulisan paling lama. 23 Januari
2017.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
“Gimana
sih rasanya nikah?”
Ya senenglah haha. nano-nano sih. ini pertanyaan
orang-orang dengan modus tertinggi sejak akhir tahun lalu. Masih soal
pernikahan, tiap kali aku berjumpa kawan-kawan selalu obrolan kami nyerempet
-kalau tidak bisa dibilang didominasi- tema tersebut. Bukan aku yang mulai kok,
sungguh. Begitu melihatku mereka langsung minta diceritakan macam-macam, dan
menatapku penuh binar. Aku senang saja, bahkan dengan orang-orang yang semasa
kuliah dulu seringkali kehabisan topik pembicaraan kini kami bisa duduk
berbincang sejam dua jam. Barangkali karena di angkatanku tergolong banyakan
yang belum menikah daripada yang udahnya, barangkali juga karena tengah
ramai-ramai pembahasan nikah muda di medsos semenjak anak ustadz Arifin Ilham yang
masih 17 tahun itu menikah, nampaknya tema ini menarik sekali untuk
teman-teman. Padahal di IPB sendiri, biasa banget anak MTA (mahasiswa tingkat
akhir-red) nikah mepet mepet wisuda, malahan yang TPB (tingkat pertama-red)
sudah menikah pun ga aneh. Tapi ya pasti rasanya beda kalau teman sendiri yang
langsung mengalaminya ya? di GM 49 sendiri aku menjadi urutan ke 3 setelah
Riska dan Indah, walimahku berbarengan dengan Azizah 27 November 2017, tapi
akad nikahku 26 jadi aku urutan ke-3 #Gakpenting
“Udah
isi, Fath?”
Pertanyaan kedua paling umum yang ditanyakan setelah kita
menikah, bahkan meskipun baru jalan seminggu hahaha. Aku ga begitu memperhatikan
sampai kemudian di awal tahun 2017 ini aku resmi pindah ke kontrakan di
Cilebut, hidup hanya berdua bersama mas. Karena kemageran luarbiasa akhirnya
aku baru dapet SKL dan urus pendaftaran wisuda bulan ini, yang itu artinya
meskipun sudah jadi orang Cilebut aku masih bolak-balik kampus. Sangat tidak
efisien, dan tidak layak ditiru. Tapi satu sisi, aku yang terlanjur biasa
dengan kegaduhan Fakhrina ketika sedang sibuk nyekripsi, berkali-kali rindu
rumah. Jadi ya kesempatan sambil ke kampus Dramaga aku seringkali pulang ke
rumah orang tua -di daerah pertigaan lampu merah Laladon, FYI- untuk sekedar
istirahat atau memanfaatkan WIFI gratis haha.
Oh ya, mengenai pertanyaan tadi. Aku baru merasakan
pertanyaan tersebut cukup mengusik pikiran pasca pindah rumah. Bukannya apa-apa,
tiap mampir ke rumah dan sengaja berlama-lama untuk sekedar bertemu ibu yang
pulang kantor sore hari, ibu langsung curhat banyak menampung pertanyaan
sejenis. “Udah telat, teh? Ibu ibu komplek pada nanyain, udah isi belum..”
bener bener tiap kali mampir. Aku
biasanya hanya tertawa sambil berseloroh,”belum kayanya” atau “dikira pastel ya
berisi” dan respon ibu juga sama, “Yah gapapa, ibu juga dulu kosong 3 bulan.”
Tapi antara ekspresi dengan perkataan seperti kurang sinkron. Menurut mas ada
sebersit kekecewaan di wajah ibu. Lebih-lebih kalau ternyata ada teman yang
sama juga baru menikah dan sudah hamil, orang akan turut menyinggung ,”kapan
nih giliranmu?” tersinggung sih tidak, hanya bikin kepikiran iya haha padahal
aku tidak mentargetkan apa-apa (Oh yaampun adaptasi kehidupan pernikahan saja masih
PR betul!). Pada akhirnya aku hanya akan mengulang-ngulang syukur dalam batin
bahwa Allah memberi kesempatan buatku untuk menyiapkan diri sebaik-baiknya
untuk menjadi ibu.
Jadi, nikah itu spesial.
Sebagai muslim, kita harus sadar bahwa pernikahan itu ibadah
seumur hidup dan memang bukan ajang coba-coba. Gatau ya kl kaya artis yang hobi
kawin cerai mah, ini kita lagi membahas rakyat jelata. Dan seperti ibadah
lainnya, tentu kita gabisa gitu aja amalin tanpa ilmu. Berabe. Makanya, akun
yang ngompor-ngomporin nikah doang tanpa ngasih edukasi menurutku baiknya jauhi
aja. Apalagi kalau kamu baperan. Unfollow udah, followlah akun-akun yang
menambah pemahamanmu seperti membahas fiqih munakahat (jelas itu mah ya, wajib
tau!), hak dan kewajiban istri dan suami dalam Islam, boleh juga berisi ilmu
ilmu teknis yang kiranya bakal kepake banget kalau nanti sudah berumah tangga semisal
resep resep kilat masakan antigagal, cara memenej keuangan keluarga, gaya
komunikasi terhadap pasangan, tips n trik akrab dengan keluarga baru, cara
memahami pola pikir lelaki (eh ini beneran deh. meskipun sepanjang hidupku dikelilingi
kaum lelaki, gak pernah terpikirkan untuk mencoba menyengaja belajar memahami
‘dunia’ mereka, karena itu pas hidup berdua dengan seorang lelaki dan tentunya
harus banyak bersepakat atas berbagai hal, dalam prosesnya agak terheran-heran
dengan beberapa pola pikirnya yang ‘ga biasa’, buatku paling ga). Intinya
banyak-banyaklah belajar supaya pernikahan kita kelak jadi pernikahan yang
tenang dan penuh kasih sayang aka sakinah
mawaddah wa rahmah. Kita mesti sadar, nikah itu memang ga seindah cerita
Disney. Butuh kesiapan mental dan ilmu, yang justru seringkali di’cincay’kan,
kalah hebring dengan persiapan lahiriah pernak pernik hajatan. Mungkin di
postingan berikutnya aku akan rekomendasikan beberapa buku/akun yang layak
dikonsumsi sebelum pernikahan. Yay or
Nay?
Meskipun emang bener pernikahan itu perlu banyak persiapan. Dari
dulu aku ga begitu suka dengan statemen yang menakut-nakuti orang untuk
menikah, atau apalah yang bikin seolah ribet banget. I know it serious thing, but come on just enjoy it! Aku suka
banget jargon abi pas aku yang khawatiran ini lagi persiapan mau UN atau ujian
ujian lainnya:
”Sersan: Serius tapi santai”. Siapin aja udah.
Berkenaan dengan jodoh, umumnya kita –perempuan- punya syarat
segudang. Ini dan itu. Masing-masing orang punya kriteria ideal dan selera
sendiri. Siapa sih yang ga kesemsem bayangin bakalan diimamin sama yang hafidz,
jago bahasa arabnya, tsaqafahnya luas, dakwahnya greget dan lain sebagainya?
Dari dulu aku selalu bikin standar minimal kaya abi. Beuh. Tapi kemudian aku banyak mikir, gapapa deh ga setinggi itu levelnya
asalkan dia punya basic, punya ‘ragi’
yang bisa terus bertumbuh dan belajar
seumur hidupnya. Selain itu ga cuma buat
diri sendiri, lebih penting lagi tentunya bisa bimbing kita, bina keluarga
juga.
That’s why poin terbesar
yang aku pake ketika memilah dan memilih calon yang cocok setelah ‘kriteria
inti’ adalah orang yang mau terus belajar. Karena emang sesiap-siapnya kita
pasti ada aja yang kelewat. Lagipula syarat siap menikah itu bukan mesti jadi
orang yang sempurna dulu, kan? juga bukanlah soal menemukan orang yang
sempurna. Klise memang, tapi begitulah adanya.. pernikahan adalah pertemuan dua
orang yang sama-sama punya kekurangan, tapi mau sama-sama terus berupaya
berproses menjadi lebih baik. Saling melengkapi dan tumbuh bersama. Percaya deh
akan susah kalau kamu atau pasanganmu adalah orang yang saklek gamau belajar
mengoreksi diri, ‘emang dasarnya gue
begini ya terima dong’. Awal-awal pernikahan mungkin segala cacat itu akan
dimaklumi atau tak disadari tertutupi euforia perayaan, tapi lama-lama.. seiring
berjalannya waktu yang kecil-kecil saja akan terasa mengganggu kalau kita tidak
siapkan ilmu dan mental untuk menghadapinya. Eh ko jadi ribet? ahahah, enggak
ko… serius deh!
Intinya setelah kriteria inti terpenuhi (tentu kamu tetap
mesti selektif ya memilih temen hidup~ jangan yang abal-abal ditanya visi
berkeluarga aja ‘ora mikir’. Oh ya rasa cinta bukan perkara inti loh!) kamu
mesti komit dan temukan juga orang yang komit untuk terus belajar. Jadi ya
siapin aja ya.. Kan ga mungkin kita akan tiba-tiba siap ketika besok pagi datang
orang melamar, tho? tapi jangan
jadiin beban, sampai akhirnya berkali-kali menolak pinangan orang sholih dengan
alasan belum siap 100% (well soal
siap ga siap ini butuh pembahasan sendiri kayanya haha).
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Maybe, segitu dulu
postingan pertama soal pernikahannya. Nantikan postingan-postingan berikutnya
ya~ Rencananya sambil nunggu HPL (hari perkiraan lahir-red) saya akan sharing sampai pengalaman hamil dan
persiapan melahirkan, sama sedikit soal gimana menjadi calon ibu. Syukur-syukur
bisa keterusan sampai pengalaman menyusui dan menjadi newmom. Eit, tapi sama sekali bukan artinya saya udah mahir ya? Newbie banget malahan. Saya nulis sebagai penyaluran dan review banyaknya maklumat dan pelajaran
selama menjalani status baru setahun belakangan ini. Supaya juga lebih gampang
ketika temen-temen yang membutuhkan minta sharing
pandangan-pandangan dan pengalaman nikah versi saya.
Semoga bermanfaat J
Wah kerennn,, ditunggu postingan berikutnya.. :)
ReplyDelete