Semalaman
mas hampir begadang menuntaskan kerjaannya membuat aplikasi, katanya Senin
harus sudah kick off. Sejak Jum’at
mas memang sudah ancang-ancang,’Fath aku
banyak banget kerjaan, banyak banget dan susah. Sabtu Minggu mungkin aku
bakalan kerja terus.’ Pernyataan begitu perlu di uncode : kalau aku di depan
lepi mulu atau tidur di waktu waktu ga wajar jangan protes plis. Waktu itu
saya mengiyakan saja. Ternyata Minggu pagi baik ibuku maupun abi, alias Enin
dan abahnya Haura tidak ada di rumah. Eninnya pagi-pagi sekali sudah berangkat ngaji,
sementara abahnya sepulang dari masjid berangkat badminton dengan geng
bapak-bapak. Biasanya kalau bukan beliau-beliau, mas yang menjemur Haura, tapi
kali ini ketiganya berhalangan jadilah hari ini hari pertama saya membawa Haura
sunbathing betul-betul hanya
berduaan. Alhamdulillahnya hasil kontrol ke dokter kemarin menyatakan bahwa
jahitan saya sudah kering sehingga boleh terkena air, seiring dengan itu nyeri
nyeri sudah mulai tak terasa dan aktivitas saya hampir kembali normal
sepenuhnya.
Sebelum berangkat membawa Haura
ke luar rumah saya menghampiri mas, dan kembali melancarkan ‘aksi berlemah
lembut’..
S: “Mas, aku mau jemur Haura
kamu mau ikut ga?”
M:
*Geleng-geleng kepala* masih lelah abis hampir begadang kelihatannya.
S:
“Yaudah aku yang jemur dia dan nanti mandiin deh tapi kamu yang cuciin cucian
kotornya Haura ya? Udah ku bersih bersihin ko poopnyaa..” Hari Minggu memang
ART di rumah ibu libur, sementara cucian Newborn
bejibun.
M: “hmm”
S: “Nanti disikat sikat dulu ya
mas, direndem air biasa, baru air sabun. Eh, nanti kujelasin deh urutannya
supaya najisnya hilang.”
M: “Hmmm” Mas mengangguk.
Begitu menjelang jam
10an Mas bertanya ulang soal urutan mencuci pakaian Haura. Kujelaskan serinci
mungkin mulai dari deterjen khusus dan apa yang mesti dilakukan bila noda
kuning poopnya tak kunjung hilang, sampai tahap-tahapannya. Saya menjelaskannya
berulang-ulang, kemudian naik ke lantai atas untuk mengangkat jemuran
popok-popok kain dan bedongan Haura. Beberapa waktu berlalu dan mas pamit untuk
pergi ke Starbuck, mencari tempat
fokus untuk kerja. Sekitar Zuhur, saya sedang beraktivitas di
kamar, sayup-sayup kudengar ibuku mengomel karena rendaman cucian Haura masih
di kamar mandi. Seketika itu saya merasa kesal pada mas. Saya kira memintanya
mencuci tentu sampai dijemur atau minimal siap jemur di lantai atas karena saya
tidak diperbolehkan membawa beban berat. Pada akhirnya saya membilas dan
mengeringkannya di mesin cuci dan membagi bebannya ke beberapa ember untuk
dibawa ke lantai atas. Saya menchatkan
kekesalan saya, tapi mas yang tengah sibuk membalasnya dengan kalimat kalimat
pendek, ‘Maaf ya sayang, tapi aku ada kerjaan. Coba minta tolong adikmu.”
S: “Gausah, aku kerjain aja
sendiri. dst” yang intinya saya ngomel-ngomel.
Tidak berapa lama
datanglah paket, setelah saya buka isinya adalah jilbab pesananku. Saat itu
saya merasa malu dan menyesal. Maslah yang menyuruhku belanja pakaian sebagai
hadiah karena telah melalui proses persalinan yang melelahkan sekaligus memang kebutuhanku
sebagai busui. Lagipula memang sudah mas sampaikan bahwa ada pekerjaan yang
akan memforsir energi, waktu dan pikirannya, kenapa pula saya mesti menambah-nambah
pekerjaannya? Saya juga mereview komunikasi yang terjadi hari itu. Ternyata memanglah
belum komunikasi yang produktif, karena disampaikan pada waktu yang kurang pas (mas dalam kondisi lelah dan istirahat),
tidak juga dalam bentuk kalimat efektif, dan kurang menjelaskan keinginan saya
sampai tuntas (cucian sudah dijemur, bukan ditinggal dalam bentuk rendaman). Semoga
hari berikutnya saya bisa meningkatkan aplikasi komunikasi produktif. Aamiin.
#Tantangan10Hari
#FathiaArifaH
#Level1
#HariKe2
#KuliahBunSayIIP
#KomunikasiProduktif
0 komentar:
Berikan komentar kamu :)