Komunikasi Produktif (Hari Ke-2)

Semalaman mas hampir begadang menuntaskan kerjaannya membuat aplikasi, katanya Senin harus sudah kick off. Sejak Jum’at mas memang sudah ancang-ancang,’Fath aku banyak banget kerjaan, banyak banget dan susah. Sabtu Minggu mungkin aku bakalan kerja terus.’ Pernyataan begitu perlu di uncode : kalau aku di depan lepi mulu atau tidur di waktu waktu ga wajar jangan protes plis. Waktu itu saya mengiyakan saja. Ternyata Minggu pagi baik ibuku maupun abi, alias Enin dan abahnya Haura tidak ada di rumah. Eninnya pagi-pagi sekali sudah berangkat ngaji, sementara abahnya sepulang dari masjid berangkat badminton dengan geng bapak-bapak. Biasanya kalau bukan beliau-beliau, mas yang menjemur Haura, tapi kali ini ketiganya berhalangan jadilah hari ini hari pertama saya membawa Haura sunbathing betul-betul hanya berduaan. Alhamdulillahnya hasil kontrol ke dokter kemarin menyatakan bahwa jahitan saya sudah kering sehingga boleh terkena air, seiring dengan itu nyeri nyeri sudah mulai tak terasa dan aktivitas saya hampir kembali normal sepenuhnya.
                Sebelum berangkat membawa Haura ke luar rumah saya menghampiri mas, dan kembali melancarkan ‘aksi berlemah lembut’..
                S: “Mas, aku mau jemur Haura kamu mau ikut ga?”
M: *Geleng-geleng kepala* masih lelah abis hampir begadang kelihatannya.
S: “Yaudah aku yang jemur dia dan nanti mandiin deh tapi kamu yang cuciin cucian kotornya Haura ya? Udah ku bersih bersihin ko poopnyaa..” Hari Minggu memang ART di rumah ibu libur, sementara cucian Newborn bejibun.
                M: “hmm”
                S: “Nanti disikat sikat dulu ya mas, direndem air biasa, baru air sabun. Eh, nanti kujelasin deh urutannya supaya najisnya hilang.”
                M: “Hmmm” Mas mengangguk.
Begitu menjelang jam 10an Mas bertanya ulang soal urutan mencuci pakaian Haura. Kujelaskan serinci mungkin mulai dari deterjen khusus dan apa yang mesti dilakukan bila noda kuning poopnya tak kunjung hilang, sampai tahap-tahapannya. Saya menjelaskannya berulang-ulang, kemudian naik ke lantai atas untuk mengangkat jemuran popok-popok kain dan bedongan Haura. Beberapa waktu berlalu dan mas pamit untuk pergi ke Starbuck, mencari tempat fokus untuk kerja.  Sekitar Zuhur, saya sedang beraktivitas di kamar, sayup-sayup kudengar ibuku mengomel karena rendaman cucian Haura masih di kamar mandi. Seketika itu saya merasa kesal pada mas. Saya kira memintanya mencuci tentu sampai dijemur atau minimal siap jemur di lantai atas karena saya tidak diperbolehkan membawa beban berat.  Pada akhirnya saya membilas dan mengeringkannya di mesin cuci dan membagi bebannya ke beberapa ember untuk dibawa ke lantai atas. Saya menchatkan kekesalan saya, tapi mas yang tengah sibuk membalasnya dengan kalimat kalimat pendek, ‘Maaf ya sayang, tapi aku ada kerjaan. Coba minta tolong adikmu.”
                S: “Gausah, aku kerjain aja sendiri. dst” yang intinya saya ngomel-ngomel.
Tidak berapa lama datanglah paket, setelah saya buka isinya adalah jilbab pesananku. Saat itu saya merasa malu dan menyesal. Maslah yang menyuruhku belanja pakaian sebagai hadiah karena telah melalui proses persalinan yang melelahkan sekaligus memang kebutuhanku sebagai busui. Lagipula memang sudah mas sampaikan bahwa ada pekerjaan yang akan memforsir energi, waktu dan pikirannya, kenapa pula saya mesti menambah-nambah pekerjaannya? Saya juga mereview komunikasi yang terjadi hari itu. Ternyata memanglah belum komunikasi yang produktif, karena disampaikan pada waktu yang kurang pas (mas dalam kondisi lelah dan istirahat), tidak juga dalam bentuk kalimat efektif, dan kurang menjelaskan keinginan saya sampai tuntas (cucian sudah dijemur, bukan ditinggal dalam bentuk rendaman). Semoga hari berikutnya saya bisa meningkatkan aplikasi komunikasi produktif. Aamiin.

#Tantangan10Hari
#FathiaArifaH
#Level1
#HariKe2
#KuliahBunSayIIP

#KomunikasiProduktif

0 komentar:

Berikan komentar kamu :)