Antara Aku Kamu dan Pertanian Kita

Halo, kamu. Iya kamu duhai mutiara nusantara, sahabat seperjuanganku. Mari kita bicarakan masalah genting yang akan terus lekati hari-hari kita di dunia perkuliahan ini, ya ini soal petanian. Sebenarnya seberapa dalam sih kita tau soal pertanian? Aku dan kamu barangkali hanya punya tak lebih dari dua paragraf untuk diceritakan mengenainya, sedikit sekali ya kan? Itulah sekelumit fakta tentang pertanian Indonesia saat ini, ia kehilangan peminat, kehilangan follower. Minimnya generasi muda yang tau (atau sekedar tertarik untuk tau), apalagi yang mempelajari dan bergelut di bidang pertanian tentunya amatlah ironi jika disandingkan dengan gelar turun-temurun negeri kita: negeri agraris.
Yak, Indonesia adalah negeri agraris yang tanahnya relatif subur karena dilewati sabuk api (rangkaian Gunung Berapi). Pulau Jawa misalnya, saking suburnya sampai-sampai orang berujar kayu ditancapkan pun akan tumbuh jadi tanaman. Namun, fakta saat ini memperlihatkan kian banyak lahan hijau yang digusur digantikan pemukiman, mall, pabrik,minimarket dan gedung-gedung bertingkat tiap tahunnya. Cobalah cek ketika dalam perjalanan mudik menuju kampung halaman. Di sepanjang jalan ada saja yang berubah dari mudik tahun sebelumnya, makin banyak sawah-tanah lapang yang hilang berganti minimarket mungkin, betul? Jika hal tersebut terus dibiarkan barangkali 5 tahun yang akan datang , saat kita telah bergelar sarjana, tak ada lagi yang bisa disebut ‘kampung halaman’ karena semua sawah-lapangan rumput-rawa-hutan yang menandakan ‘kampung’ telah berubah wujud jadi bangunan-bangunan, jadi gedung-gedung pencakar langit. Kampung kita telah mengota, who knows?
            Yang lebih memprihatinkan lagi, bagaimana mungkin negeri agraris yang dulu berswasembada beras, justru mengimpor beras untuk memenuhi konsumsi dalam negerinya? Menghabiskan sampai 45triliun rupiah per-tahun 2011 untuk mengimpor pangan, Impor sana-sini dari komoditas beras hingga telur. Yang marak belakangan ini adalah mahalnya harga kedelai akibat pasokan dari Amerika yang berkurang. Ya, ternyata Indonesia mengandalkan 60% kebutuhan kedelainya  dengan impor dari Amerika, Argentina dan Brazil! Tentunya hal tersebut menimbulkan tanda tanya besar, apa lahan bercocok tanam kita sudah tak ada hingga tak lagi dapat menyuplai kebutuhan dalam negeri? Ataukah petani-petani lokal kita telah ‘gantung caping’ semua?
Nyatanya bukan tak mampu menyuplai atau tak adanya produsen lokal yang menyebabkan itu,  salah satunya adalah karena pemerintah yang kurang menjamin ‘keamanan’ kehidupan petani. Keamanan yang dimaksud adalah keamanan yang menjamin kehidupan petani. Maksudnya seperti ini. Kita tentu sering mendengar keluhan petani tentang harga pupuk mahal, bibit dan benih susah dicari, susah mencari pasar akibatnya pas panen harga murah meriah karena dijualnya ke tengkulak. Nah, keamanan seperti itulah yang semestinya dijamin oleh pemerintah. Mari kita tengok Thailand dan Vietnam yang sejarah pertaniannya lebih muda dari kita atau Jepang yang tanahnya bahkan bisa diukur dengan meteran Pertanian mereka maju karena pemerintahan menjamin  semua itu. Pemerintah menyediakan pasar bagi petani mereka dan membeli produk pertanian yang mereka hasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan harga produk pertanian impor. Bahkan ada reward bagi petani mereka yang berprestasi. Hal semacam ini tidak boleh dianggap sepele karena hasil yang ada telah membuktikan bahwa petani menjadi lebih semangat bekerja dengan adanya penghargaan atas usaha mereka.
Selain itu kurangnya distribusi ilmu (penyuluhan yang berkelanjutan) kepada petani-petani dan minimnya SDM berkualitas yang bekerja di sektor ini, juga menyebabkan pertanian kita kurang maju. Coba deh survey berapa banyak petani Indonesia yang lulusan perguruan tinggi? amatlah langka, bukan?  Mayoritas petani adalah mereka yang telah berumur dan mengandalkan ilmu turun menurun. Generasi muda yang punya bekal ilmu justru enggan bekerja di sektor pertanian dan memilih bekerja di sektor lain yang lebih menjanjikan. Makanya bukan hal aneh ‘petani’ nyaris sama bunyinya dengan ‘miskin’ di telinga orang kebanyakan saat ini, nasibnya begitu begitu aja.
A: Seberapa penting sih bagi kita, mahasiswa, untuk ambil pusing tentang persoalan pertanian ini?
B: Penting banget!
A: Kenapa?
B: Seperti yang telah disebutkan di atas, kita adalah penerus bangsa ini dan pertanian adalah sektor yang sangat vital. Mengutip kata-kata Bung Karno,”Pertanian adalah soal hidup atau mati!” maka kita pun bertanggung jawab untuk memajukan pertanian Indonesia.
Q: Oya?Bukannya di masa modern ini teknologi adalah segalanya? Ga salah dong kalau kita ngembangin teknologi-informasi, biar ga terlindas peradaban.
A: Ga salah emang nguasain teknologi, tapi ayolaaah udah banyak teknokrat kalau bukan kita siapa lagi yang bangkitin pertanian? Padahal pertanian dan teknologi ibaratnya tempe sama iphone5.
Q: Plis deh, tempe  sama iphone5 jelas kerenan gadgetlah terus berkembang. Tempe itu kuno.
A: Oke, jangan pernah gembar gembor ikut marah marah di social networking begitu tempe harganya jadi selangit dan diaku negara lain,deal?
Q: Bukan gitu, gue gasuka tempe.
A: Oke kita ganti permisalannya sama beras.
Q: Tanpa beras juga gue sehat wal afiat masih ada burger,pasta,roti,mi buat makan sehari hari? Kerenan Iphone5 teteep.
A: Ya, silahkan makan iphonemu ketika lapar. Iphone5 harganya selangit ga banyak pengaruhnya sama keseharian kita. Beras harga selangit>harga sembako lain ikutan naik>harga masakan naik>uang bulanan cepet abis>kerasa?
Q: ……
A: Well, ga ada yang bisa hidup tanpa makan. Seorang bankir, karyawan, direktur, programmer, pedagang, presiden, artis, rektor selama dia manusia pasti butuh makan. Dan yang namanya makanan pokok entah itu pasta, sagu, kentang, gandum, beras, roti asal muasalnya pasti dari bercocok tanam, pertanian dong?
 Nah, banyak ya pekerjaan rumah kita hai mahasiswa? Buat nyadarin sesama penerus bangsa atas pentingnya persoalan pertanian kita, belajar dan ngasih solusi buat masalah masalah di atas tadi.
Aku yang seorang cucu petani pun hingga saat ini hanya tau Spodoptera exigua sp. adalah hama bawang merah, tidak tahu menahu hama wereng-tikus menyerang tanaman apa dan apa akibat yang ditimbulkannya. Semoga MPKMB ini menjadi pemacu kita untuk lebih bersemangat mendalami ilmu (khususnya pertanian) dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Ingat ada kata ‘Pertanian’ diantara kata Institut dan Bogor, almamater kita, sejauh jauhnya ilmumu melanglang tinggi, ingatlah darimana kamu berasal.
Majulah pertanianku! Hidup mahasiswa!






Dari berbagai sumber : http://dedenia72.wordpress.com/2009/08/10/potensi-pertanian-indonesia/, google, obrolan dalam kepala.

1 comment:

Berikan komentar kamu :)